makalah revisi filsafat wedanta oleh helmi suhaimi
Revisi filsafat wedanta.
A. Sad Darsana (Filsafat Wedanta)
1.Pengertian Wedanta
Wedanta berasal dari kata weda-anta,artinya bagian terakhir dari weda.
Kitap Upanishad juga disebut dengan Wedanta, karena kitab-kitab ini
mewujudkan bagian akhir dari Weda yang bersifat mengumpulkan. Disamping
itu ada tiga faktor yang menyebabkan Upanishad disebut dengan Wedanta
yaitu:
a) Upanishad adalah hasil karya terakhir dari jaman Weda.
b) Pada jaman Weda program pelajaran yang disampaikan oleh para Resi
kepada sisyanya, Upainishad juga merupakan pelajaran yang terakhir. Para
Brahmacari pada mulanya diberikan pelajaran shamhita yakni koleksi
syair-syair dari zaman weda. Kemudian dilanjutkan dengan pelajaran
Brahmana yakni tata cara untuk melaksanakan upacara keagamaan, dan
terakhir barulah sampai pada filsafat dari Upanisad.
c) Upainishad adalah merupakan kumpulan syair-syair yang terakhir dari pada jaman Weda.
Jadi pengertian Wedanta erat sekali hubungannya dengan Upanishad hanya
saja kitab-kitab Upanishad tidak memuat uraian-uraian yang sistimatis.
Usaha pertama untuk menyusun ajaran Upanishad secara sistimatis
diusahakan oleh Badrayana, kira-kira 400 SM. Hasil karyanya disebut
dengan Wedanta-Sutra.
Sebelum Badrayana telah ada orangg-orang
yang berusaha menyusun ajaran Upanishad, akan tetapi paling terkenal
adalah Badrayana, dalam Bhadgawadgita hasil karya beliau disebut Brahma
Sutra.
Kitab Brahma Sutra/Wedanta Sutra, Upanishad dan Bhagawadgita, ketiga buku tersebut menjadi dasar filsafat Wedanta.
2. Pokok- Pokok Ajaran Wedanta
Wedanta mengajarkan bahwa nirvana dapat dicapai dalam kehidupan
sekarang ini,tak perlu menunggu setelah mati untuk mencapainya.nirvana
adalah kesadaran terhadap diri sejati.dan sekali mengetahui hal
itu,walau sekejap,maka seseorang tak akan pernah lagi dapat di perdaya
oleh kabut individualitas.terdapat dua tahap pembedaan dalam kehidupan,
yaitu: yang pertama, bahwa orang yang mengetahui diri sejatinya tak
akan di pengaruhi oleh hal apapun. Yang kedua bahwa hanya dia sendirilah
yang dapat melakukan kebaikan pada dunia
Seperti yang telah
disebutkan tadi bahwa filsafat Wedanta bersumber dari Upanishad. Brahma
Sutra/Wedanta Sutra dan Bhadgawadgita. Masing-masing buku tersebut
memberikan ulasan isi filsafat itu berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh
sudut pandangannya yang berbeda. Walaupun obyeknya sama, tentu hasilnya
akan berbeda. Sama halnya dengan orang buta yang merabah gajah dari
sudut yangg berbeda, tentu hasilnya akan ber beda pula. Demikian pula
halnya dengan filsafat tentang dunia ini, ada yang memberikan ulasan
bahwa dunia ini maya (bayangan saja), dilain pihak menyebutkan dunia ini
betul-betul ada, bukan palsu sebab diciptakan oleh Tuhan dari diriNya
sendiri. Karena perbedaan pendapat ini dengan sendirinya menimbulkan
suatu teka-teki,apakah dunia ini benar-benar ada ataukah dunia ini
betul-betul maya.
Hal ini menyebabkan timbulnya penafsiran yangg
bermacam-macam pula. Akibat dari penapsiran tersebut menghasilkan
aliran-aliran filsafat Wedanta. Secara umum aliran filsafat Wedanta ada
tiga ya ng terkenal yakni: aliran Adwaita oleh Sankara, Wasistadwaita
oleh Ramanuja dan aliran Dwaita oleh Madhwa.
Pokok dari agama Weda
seperti yang tampak pada kitab-kitab Weda itu tetap besar pengaruhnya
didalam perkembangan agama Hindu. Tetapi walaupun kitab-kitab Weda itu
masih tetap menjadi kitab-kitab tersuci orang-orang Hindu, kitab-kitab
itu sudah tidak mempunyai arti yang besar lagi bagi praktek agama.
Bahkan di jawa nampaknya kitab-kitab Weda itu tidak pernah dikenal.
Bahasa yang digunakan didalam weda-weda itu tak lama kemudian tidak
terbaca lagi oleh kebanyakan orang. Oleh karena itu tidak berselang lama
sudah ditulis orang berbagai tafsiran(komentar) tentang Weda-Weda itu.
Komentar-komentar ini dimulai pada apa yang disebut “Brahmana “.
a. Aliran Filsafat Wedanta
Filsafat ini sangatlah kuno;yang berasal dari kkumpulan literatur
bangsa Arya yang dikenal dengan nama Veda. Vedanta ini merupakan bunga
diantara semua spekulasi, pengalaman dan analisa yang terbentuk dalam
demikian banyak literatur yang dikumpulkan dan dipilih selama
berabad-abad. Filsafat vedanta ini memiliki kekhususan. Yang pertama, ia
sama sekali impersonal, ia bukan dari seseorang atau Nabi.
Sistem
filsafat wedanta juga disebut uttara Mimamsa kata”wedanta” berarti”akhir
dari weda. Sumber ajarannya adalah kitab upainishad. Maharsi V yasa
menyusun kitab yang bernama Wedantasutra. Kitab ini dalam Bhagavad Gita
disebut Brahmasutra. Oleh karna kitab Wedanta bersumber pada kitab-kitab
Upanishad, Brahmasutra dan Bhagavad Gita, maka sifat ajarannya adalah
absolutisme dan teisme. Absolutisme maksudnya adalah aliran yang
meyakini bahwa Tuhan yang Maha Esa adalah mutlak dan tidak berpribadi
(impersonal God), sedangkan teisme mengajarkan Truhan yang berpribadi
(personal God).
1. Adwaita
Sistem Wedanta yang terbesar
dan terkenal adalah Adwaita, artinya “tidak dualisme” maksudnya Adwaita
menyangkal bahwa kenyataan ini lebih dari satu (Brahman), walaupun
demikian sistim ini bukan bersifat monistis yang mengajarkan bahwa
segala sesuatu dialirkan dari satu azas saja, melainkan disamping dari
Brahman masih ada Atman yang merupakan sumber kekuatan.
Penganjur
yang terbesar dan terbanyak pengaruhnya dari aliran ini adalah
sankara(788-820 masehi). Sankara ragu-ragu akan ketentuan dari Upanisad
yang menyatakan bahwa dunia ini diciptakan oleh Brahman, akan tetapi
tidak percaya akan keaneka ragaman di alam ini sebagai yang di anjurkan
oleh Ramanuja. Kalau dunia betul-betul ada dengan nyata,maka tidak
mungkin keaneka ragaman itu,tidak ada. Dengan pemikiran ini berusaha
untuk mempertemukan pendapat-pendapat yang bertentangan itu dengan
berdasarkan pada upacara dalam Sweta Swatara Upanisad, yang menyatakan
bahwa asal (prakrti) dari pada dunia ini terletak pada kekuatan sulap
(maya) . Dengan demikian Brahman dengan kekuatannya MayaNya dapat
memperlihatkan segala yang kita lihat ini, sehingga menghalangi
pengetahuan kita yang sebenarnya itu yaitu Brahman dengan
keanekaragamannya.
Kekuatan Maya dari Brahman dapat menipu diri manusia,antara lainn:
• Membuat manusia tetipu mengenai dunia yang kita liihat.
• Tertipu tentang apa yang sebenarnya Tuhan itu.
Ramanuja juga menguraikan tentang Maya, tetapi Maya yang dibayangkan
adalah sesuatu kekuatan yang maha indah dari pada Tuhan. Untuk
benar-benar menciptakan segala yang kita lihat di dunia ini, yaitu
sesuatu kekuatan yang menjadikan dunia dari kekuatan MayaNya, sebagai
yang digambarkan di depan, antara api dengan kekuatan membakarnya adalah
merupakan satu kesatuan yang permanen. Demikian pula Tuhan dengan
kekuatanNya adalah merupakan satu kesatuan. Pandangan ini berbeda dengan
Sankara yang mengakui juga maya itu kekuatan Tuhan, tetapi tidak
permanen.
Menurut Ramanuja, praktik yang merupakan bagian Tuhan
benar-benar mengalami suatu perubahan. Sedangkan Sankara berpendapat
bahwa Tuhan tak mengalami suatu perubahan dan segala yang kita lihat
berubah, hanya kelihatannya saja demikian, sebenarnya tidak. Sebagai
suatu contoh perubahan itu dapat dilihat antara lain:
• Perubahan
wiwarta yakni; perubahan pandangan terhadap kenyataannya. Sesungguhnya
tidak berubah, tetapi kelihatannya saja yang berubah. Seperti melihat
ular sebagai tali, melihat awan sebagai orang-oranga, dan lain
sebagainya. Apa yang dilihat tidak sesuai kenyataannya.
• Parinama,
adalah perubahan dari bentuk aslinya menjadi bentuk yang lain. Seperti
perubahan kelapa menjadi minyak, beras menjadi jajan dan lain
sebagainya.
Ramanuja berpendapat, bahwa perubahan itu benar-benar
Parinama, sedangkan Sankara menganggap bahwa perubahan itu hanyalah
Wiwarta. Walaupun demikian, tetapi keduanya percaya pada Sat-Karya-Wada
(Samkhya) yakni semuanya bersumber dari Brahman. Dari Brahmanlah
timbulnya segala yang nampak beraneka ragam ini.
Hubungan Brahmana dengan Atman
Menurut Sankara hubungan antara jiwa dengan Brahman tidak sama dengan
hubungan alam semata atau dunia dengan Brahman. Jadi jiwa tidak boleh
dipandang sebagai kenyataan Brahmana, sebab jiwa telah kena pengaruh
rajas dan tamas, walaupun jiwa adalah Brahmana seutuhnya. Jika hubungan
Brahmana dengan alam semesta digambarkan sebagai ular yang berasal dari
tali, maka hubungan jiwa dengan Brahmana digambarkan sebagai telur yang
dilihat dengan kaca kuning. Telur yang putih, jika dilihat dengan kaca
kuning akan tampak kuning juga. Sedangkan telurnya sendiri akan tetap
putih, hanya tampaknya saja kuning karena ada alat tambahan yang
disisipkan diantara telur dengan yang melihatnya. Telur disini
menggambarkan Brahman, sedangkan telur yang kelihatan kuning adalah
jiwa. Jelaslah bahwa jiwa bukanlah bayangan seperti halnya dengan alam
semesta atau dunia ini. Dalam kehidupan sehari-hari pengertian jiwa atau
“aku”mengandung dua pengertian yakni:
• Unsur yang identik dengan Brahman.
• Keadaan yang membatasi unsur yang identik dengan Brahman tadi,yaitu
alat bathin (Bhudi,ahamkara,manas termasuk panca Budhindra dan panca
Karmendhia),manusia.
Satu-satunya realitas yang ada, adalah Brahman.
Menurut Sankhara Brahman tidak dapat diuraikan dengan perantara sesuatu
yang serba terbatas. Sankhara memberikan suatu ulasan bahwa Brahman
memiliki dua rupa,dua bentuk atas dua wujud yakni;
• Para-rupa yakni rupa yang lebih tinggi.
• Apara-rupa yakni rupa yang lebih rendah.
Atman bukanlah sebagian dari Brahman, melainkan Brahman melainkan
Brahman seutuhnya. Oleh karena Atman adalah Brahman seutuhnya, maka
Atman memiliki sifat yang sama pula dengan Brahman yakni; berada
dimana-mana, tanpa terikat kepada ruang, Mahatahu,Mahakuasa,Mahaadil dan
bijaksana.
Pendapat Sankara terhadap pengetahuan
Menurut
Kamarilah,Weda tidak memiliki penyusun,baik manusia maupun Tuhan, akan
tetapi Sankara mengajarkan bahwa Tuhanlah yang menurunkan ajaran Weda.
Sekalipun demikian Weda bukanlah hasil karya Tuhan dalam arti yang
biasa, sebab Tuhan menurunkan wahyu yang diterima oleh para Resi yang
dihimpun menjadi Weda. Sankara juga mengatakan Weda akan tiada
kembalipada saat dunia pralaya (akhir jaman) kemudian akan muncul
kembali pada jaman berikutnya.
Ada dua macam pengetahuan yaitu;
pengetahuan yang lebih tinggi (para widya) dan pengetahuan yang lebih
rendah (apara widya) pengetahuan yang lebih tinggi didalamnya mengandung
segala macam kebenaran,meliputi sesuatu yang lebih mewujudkan segala
macam kebenaran, meliputi segala sesuatu yang mewujudkan kesatuan segala
sesuatu yaitu Brahman. Pengetahuan yang lebih rendah mengenai
pengetahuan dunia yang tampak ini, yang sebenarnya adalah khayalan
belaka.
Sarana untuk mencapai kelepasan atau menunggalnya dengan Brahman adalah:
• Melakukan disiplin yang praktis yang disebut dengan Wairagya yaitu
sikap tidak tertarik kepada duniawi. Orang yang berhasil melakukan itu,
akan mendapatkan kecakapan untuk membedakan antara hal-hal yang bersifat
sementara dan yang bersifat kekal, untuk meniadakan keinginan guna
menguatkan kegairahan melaksanakan disiplin dan menghindari kesusahan
untuk mendapatkan ketenangan dan kesederhanaan serta kesediaan menangkal
diri.
• Berusaha mendapatkan pengetahuan tentang kebenaran yang
tertinggi (jnana) dan mengubah pengetahuan itu menjadi pengalaman yang
langsung, yaitu dengan belajar kepada guru mengenai ajaran adwaita,
sehingga pengetahuan benar-benar bahwa Brahman adalah Atman, sehingga
lanjutnya berusaha mencerminkan pengetahuan itu didalam hidupnya dan
akhirnya merenungkan pengetahuan yang langsung.
Tuhan yang
berpribadi sebagai, satu-satunya kenyataan yang berdiri sendiri
(swatantra) dengan kata lain Madhwa mengakui/percaya. Dengan adanya
manifestasi dari Tuhan yang beraneka ragam.
Sistem Dvaita
mengaggap dirinya sama tuanya dengan kitab-kitab Upanisad. Pokok ajaran
Dvaita adalah perbedaan, dimana Madhva membuat perbedaan yang mutlak
antara Tuhan, obyek-obyek yang bergerak maupun yang tidak bergerak, dan
hanya Tuhan saja yang merupakan realitas yang merdeka. Dvaitamengakui
bahwa alam semesta ini nyata (realistis), dan menerima adanya Tuhan yang
berpribadi sebagai suatu kenyataan yang tertinggi (theistis). Segala
sesuatu yang ada tergantung sepenuhnya kepada Tuhan, Wisnu (Sumawa dan
Raka Krisnu, 1993 : 261).
Madvacharya menegaskan lima perbedaan besar, yaitu :
1. perbedaan antara Tuhan dan roh pribadi.
2. perbedaaan antara Tuhan dan materi.
3. perbedaan antara roh materi dan pribadi.
4. perbedaan satu roh dengan yang lainnya.
5. perbedaan antara materi yang satu dan yang lainnya.
Filsafat Madhva memiliki banyak titik persamaan dengan filsafatnya
Ramanuja. Dalam sistem filsafat Madhva, Hari atau Wisnu merupakan
keberadaan tertinggi. Alam adalah nyata dan perbedaannya adalah benar.
Semua jiwa bergantung kepada Tuhan. Tuhan Hari hanya dapat diketahui
melalui Weda. Pemujaan kepada Sri Krsna seperti yang diajarkan dalam
Bhagavata Purana merupakan pusat dari keyakinannya. Hal ini merupakan
intisari dari ajaran Madhvacharya (Sivananda, 1997 : 236-237).
Daftar Pustaka
1. I Gede Rudia Adiputra, Tattwa Darsana, (jakarta:Yayasan Dharma Sarathi,1990)
2. A.G. Honig,Ilmu Agama,(jakarta: PT BPK Gunung Mulia,1997)
3. Svami Vivekanada,Vedanta,(Surabaya;Paramita,2007)
4. Djam’annuri,agama kita
5. Diakses pada tanggal 05 Desember 2012 dari http://narayanasmrti.com/2011/10/17/filsafat-dvaita-dari-madhvacharya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar