Rabu, 19 Desember 2012

sistem kemasyarakatan,pemerintahan, filsafat dan kepercayaan pada masa hindu

  System Kemasyarakatan Agama Hindu
Agama Hindu mengenal kasta di mulai sejak zaman Weda Purba, lebih tepatnya dalam Agama Brahmana. Dalam agama Brahmana dikenal ada empat, yaitu: kasta Brahmana (pendeta), Ksatria (pemegang tampuk pemerintahan), Waisya (pekerja), Sudra (rakyat biasa). Sebenarnya dalam Rigweda hanya ada dua “varna” saja, yaitu Arya Varna (kulit kuning), dan Dasyu Varna (kulit hitam)[1]. Menurut Bleeker sistem kasta ini berawal dari keempat golongan tertua dari suku Arya, yaitu golongan pendeta (pendeta), golongan perwira (ksatria), golongan pedagang atau petani (waisya), golongan buruh atau budak (sudra). Perkembangan tentang kasta ini terus terjadi kemudian menimbulkan empat macam kasta dalam agama Hindu.
Prinsip dasar peraturan catur varna adalah endogamis. Perpindahan kasta tidak diperbolehkan dan juga tidak mungkin. Varna kasta yang lebih tinggi selalu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan lebih “enak”. Hal ini tercantum dalam kitab undang-undang Manawa Dharma Sastra. Dalam kenyataannya peraturan-peraturan ini selalu dipatuhi sepenuhnya. Dan nampaknya persoalan kasta tetap merupakan persoalan yang sulit dipecahkan, juga sampai saat ini.
§  System Pemerintahan Agama Hindu
Sejarah politik India sebetulnya sudah dimulai sejak zaman perang antara keluarga Kurawa dan Pandawa sebagai diceritkan dalam kitab epos Mahabharata. Dalam agama Hndu terdapat berbagai kepercayaan-kepercayaan, nama-nama dewa, yang nyata diambil dari kebudayaan Dravida asli. Terang sekali bahwa peraturan pemerintahan desa di India berdasar pada aturan-aturan yang diadakan oleh bangsa Dravida. Aturan-aturan itu rupanya dibawa oleh bangsa Hindu juga ke Jawa waktu mereka membentuk pemerintahan di pulau ini. Dalam abad-abad berikut peraturan-peraturan desa itu diteruskan oleh pemerintah Hindustan, Inggris, dan India sampai masa sekarang.
Pada permulaan pertengahan abad India mengambil bentuk republic yang demokratis, dan duniawi (seculer) dan menetapkan suatu undang-undang dasar yang radikal dan modern.
§  Falsafat Hindu
Falsafat mempersoalkan kebijakan (wisdom) ilmu pengetahuan yang terdalam, berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari hati sanubari setiap orang mengenai arti, isi, dan makna dari segala sesuatu, baik yang dapat dilihat maupun yang dialaminya.
Lingkungan Falsafat meliputi bidang-bidang sebagai berikut:
1)      Bidang pengetahuan: Menyelidiki sumber-sumber pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan. Menggariskan batas serta dasar-dasar  yang harus ditaati.
2)      Bidang kenyataan dan sebab-sebab yang terbatas: Mengupas artinya “ada/being” itu, apa tujuan, sebab-sebab dan hakekatnya dari semua yang didasarkan metafisika/ontology.
3)      Bidang manusia dan dunia: Dengan proses Metafisika Anthropologi/Metafisika Psikologi menyelidiki filsafat tentang manusia. Filosof Kodrat mempersoalkan dunia materi  serta susunannya.
4)      Bidang kesusilaan: Menyelidiki filsafat etika, juga memperbincangkan soal norma-norma hidup kemasyarakatan.
5)       Bidang-bidang lain:
a.       Falsafat kebudayaan / kesenian
b.      Falsafat hukum
c.       Falsafat sejarah dan sebagainya.
Mengenai manfaat falsafat dapat dicatat sebagai berikut:
a.       Falsafat dapat membantu mendidik, membangun diri sendiri agar berfikir secara lebih mendalam, dan menyadari kerohanian umat , manusia.
b.      Falsafat meningkatkan kewaspadaan, kecerdasan untuk memecahkan persoalan kehidupan sehari-hari.
c.       Falsafat, agama, dan ilmu pengetahuan saling berjalin. Ditinjau dari sudut tujuannya, sama-sama mencari kebenaran.
Dasar Falsafat Hinduisme
“MOKSARTHAM JAGAD HITAYA CA ITI DHARMA” merupakan dasar serta tujuan falsafat (darsana) Hindhuisme yang wajib dicapai sesuai dengan cita-cita tertinggi yang dikejar dalam agama Hindhu, yakni: kebahagiaan sekala (duniawi) dan kebahagiaan niskala (sorgawi) disebut MOKSA[2].
Maksud falsafat (Darsana) Hindhuisme adalah pemadaman “Penderitaan dan kesengsaraan”, dan metodenya ialah dengan memperoleh pengetahuan tentang kodrat kebenaran pada sesuatu benda yang bertujuan membebaskan manusia dari “Belenggu ketidak-tahuan”.
§  Kepercayaan Pada Masa Hindu
Agama Hindu memiliki ajaran yang tak terbatas. Kalau ada benarnya ungkapan yang mengatakan bahwa mempelajari agama Hindu itu ibarat seorang buta yang mencoba menggambarkan gajah. Agama Hindu timbul dari dua arus yang berbeda, yaitu agama (bangsa) Dravida, dan agama (bangsa) Arya. Dalam perkembangannya di India lalu ada usaha-usaha yang mempersonakan untuk memasukkan berbagai macam kepercayaan yang ada, filsafatnya, dan praktek-praktek keagamaannya dalam satu system yang sekarang ini disebut agama Hindu. Agama tersebut menyerap ide-ide, penalaran dan amalan kedewaan, pemuja patung, pertapaan, ajaran penjelmaan kembali, dsb. 
Dalam perkembangan selanjutnya ajaran yang dominan dalam agama Hindu adalah unsure teologi, filsafat, lembaga social, dan etika atau moral. Agama Hindu mempercayai Realitas Tertinggi hanya satu, akan tetapi tidak membatasi “yang satu” sebagai realitas yang dimaksud sebagai tuhan yang personal. Selain itu agama Hindu juga percaya dan menyembah dewa-dewa alam yang jumlahnya sangat banyak yang dianggap pengatur alam, dan penting kedudukannya dalam upacara korban. Dewa-dewa ini diharapkan memberikan kesenangan, kebahagiaan, dan ketenangan, dan sebagai imbangannya, bila para dewa merasa senang, para dewa akan mengabulkan keinginan mereka.      
Daftar Pustaka  
  D.D. Harsa Swabodhi, Budha Dharma & Hindu Dharma.Yayasan Perguruan “Budaya”. Sumatra Utara.1980
Mukti Ali, Agama-agama Dunia,  IAIN Sunan Kalijaga Press. Yogyakarta.1988


[1] Mukti Ali, Agama-agama Dunia, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), cet. I, h. 70
[2] D.D. Harsa Swabodhi, Budha Dharma & Hindu Dharma,(Sumatera Utara: Yayasan Perguruan “Budaya”, 1980), h.9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar